KOMPLEKS MAKAM
SULTAN HASANUDDIN
Makan Sultan Hasanuddin berada di puncak bukit Tamalate, Kelurahan Katangka,
Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Makam ini termasuk dalam kompleks makam
raja-raja Gowa di Tamalate. Pertama kali menginjakkan kaki di depan makam Sultan
Hasanuddin kita akan melihat tulisan yang merupakan gelar dari sang Raja Gowa
ke–16 ini yakni “Mallombadi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Mohammad Bakir
Tumenanga Ribulla Pangkawi”. Selain makam Sultan Hasanuddin ada juga makam
Sultan Malikussaid, Sultan Amir hamzah, dan Sultan Alauddin.
Makam Sultan Hasanuddin berada di sekitar bagian tengah kompleks makam, dengan sebuah patung ayam jantan bertengger di atas makamnya.
Sultan
Hasanuddin lahir pada tanggal 12 Juni 1631, dengan nama I Mallobasi Daeng
Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat
tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya
saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Sebelum diangkat
menjadi raja karena kecakapannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kemahirannya
dalam pemerintahan maka diserahkan tugas memangku jabatan-jabatan penting dalam
pemerintahan kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin diangkat menjadi raja Gowa
setelah ayahnya mangkat pada tanggal 5 November 1653. Pada masa pemerintahan
ini sering terjadi konflik bersenjata dengan kompeni Belanda.
Tahun
1666-1667 Benteng Gelesong dan Berombong dapat direbut Belanda dan melahirkan
perjanjian Bongaya. Pada tanggal 12 April 1669 perang kembali terjadi antara
kompeni Belanda dan Gowa. Peperangan berlangsung sengit, dan malam 12 Juni 1669
Benteng Sombaopu selaku banteng induk Gowa ( berdiri kira-kira 1 abad ) berhasil
ditaklukkan. 272 pucuk meriam besar dan kecil termasuk meriam sakti “Anak
Makassar” berhasil disita Belanda.
Sultan Hasanuddin mengundurkan diri pada tanggal
29 Juni 1669 dan diganti oleh putranya I Mappasemba Daeng Manguraga Sultan Amir
Hamzah. Sultan Hasanuddin wafat 12 Juni 1670 usia 39 Tahun. Karena keberaniannya,
ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda atau Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur, yang artinya orang
petaruh, pandai silat, dan berani. Diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan
Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.
Makam ibu dan istri Sultan Hasanuddin
terletak pada Kabupaten Takalar yang jauhnya 30 km dari selatan makam Sultan
Hasanuddin. Sultan Hasanuddin mempunyai 9 istri. Istri pertama dan kedualah
yang anaknya dijadikan raja dan dari 9 istrinya hanya 2 yang menjadi dambaan
hatinya, sedangkan yang 7 merupakan selir hati Sultan Hasanuddin.
Bangunan
makam sultan hasanuddin ditemukan pada tahun 1948. Bangunan ini sudah 400 tahun
lamanya, dari abad ke 16. Luas bangunan ini 13.333 m. bangunan ini sebelum
didapat ialah semak berlukar yang dilindungi oleh pohon-pohon besar.
Komplek
pemakaman Sultan Hasanuddin berada tidak jauh dari Sungguminasa, sekitar 8
km dari Kota Makassar. Untuk mencapai komplek pemakaman ini, perjalanan
dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Jalan
masuk ke Makam Sultan Hasanuddin. Untuk kenyamanan pengunjung, semoga
pemerintah daerah setempat bisa menanam lebih banyak pohon teduh di sepanjang
jalan menuju kompleks makam Sultan Hasanuddin, karena area parkir jaraknya
cukup jauh dari bangunan utama makam, dan panasnya bukan main di atas bukit
ini.
Di
makam Sultan Hasanuddin terdapat informasi tentang sejarah hidup Sultan
Hasanuddin, seperti tanggal dan tahun kelahiran, nama gelar, masa
jabatan, serta wafatnya di lokasi yang sama. Pengunjung dapat pula melihat 6 makam
Raja Gowa terkenal lainnya, seperti Sultan Alauddin (raja yang giat menyebarkan
agama Islam di Kerajaan Gowa) dan makam Raja Tallo.
Pada waktu
Sultan Hasanuddin takluk pasukan-pasukan Hasanuddin masih melanjutkan peperangan tetapi tidak
seperti dulu dan semakin lemah maka di rebutlah oleh Belanda. Jenazah-jenazah
pasukan Sultan Hasanuddin di semayamkan terpencar.
Patung
Sultan Hasanuddin, dengan makam Raja-Raja Gowa di belakangnya. Patung Sultan
Hasanuddin ini diletakkan di bangunan utama yang berada di tengah kompleks
makam. Di
komplek pemakaman tersedia pelayanan jasa guide yang akan menjelaskan kepada
para pengunjung tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan makam Sultan
Hasanuddin.
Nama ayah
Sultan Hasanuddin Karaeng Manuntungi Daeng Mattola dan nama kakeknya ialah
Karaeng Manngarangi Daeng Manrabani Sultan Alauddin. Paman dari Sultan
Hasanuddin adalah Sultan Abdullah yang digelar Macan keboka ri tallo. Presiden
yang pertamakali mendatangi makam Sultan
Hasanuddin ialah Ibu Megawati Soekarno Putri. Yang membawa jenazah Sultan Hasanuddin adalah keturunan dari Sultan
Hasanuddin.
Meriam yang
terletak di dekat pintu gerbang makam Sultan
Hasanuddin adalah meriam asli dari tembaga. Meriam itu sejak abad ke-16
bersamaan ditemukan makam Sultan Hasanuddin. Raja yang terakhir adalah Andijo
Karaeng Laloa sekaligus Bupati pertama.
Di
sebelah kiri depan komplek pemakaman terdapat sebuah batu Tomanurungâ atau
disebut juga Batu Pallantikanâ sebagai tempat di mana
Raja-Raja Gowa mengambil sumpah pada saat dilantik. Tidak jauh dari
makam, terdapat sebuah masjid kuno yang dibangun pada tahun 1603.
Batara Gowa
dinobatkan pada usia 23 tahun sama dengan Sultan Hasanuddin. Ada tiga sumur di
Gowa yaitu Bungung Barania tapi sudah ditutup oleh Belanda; Bungung Lompoa
terletak di sebelah barat makam Sultan Hasanuddin, Bungung Lompoa dibangun pada
abad ke-13 bersamaan dengan Istana Tamalate; dan Bungung Bissua terletak di
belakang kantor lurah Katangka.
RAJA GOWA KE-XVIII
I Mappasossong Daeng Mangewai Karaeng Bisei Sultan
Ali. Lahir pada hari Ahad 20 November 1654, mangkat 1680. Baginda bersaudara
kandung Raja Gowa ke XIX (I Mappadulung) dan turun dari tahtanya pada tahun
1677 bersama 400 orang pengiring meninggalkan Gowa menuju Batavia (Jakarta).
Setelah berdiam diri dari beberapa lamanya, Baginda mangkat di Batavia
(Jakarta) akhirnya di makamkan di bukit Tamalate. Gelar kemangkatannya Tumenanga ri Jakarta. Masa
pemerintahan dari tahun 1674-1677.
RAJA GOWA KE-XV (Ayah dari
Sultan Hasanuddin)
Nama lengkapnya I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng
Ujung Karaeng Lakiung Sultan Malikul Said (Muhammad Said) Tumenanga Papang
Batena lahir Selasa Desember 1605, mangkat Rabu 15 November 1653.
Dalam perjalanan pemerintahan Baginda didampingi oleh
Mangada Cina Daeng Sitaba Karaeng Pattingallong selaku Mangkubumi masa-masa
tersebut kerajaan Gowa dalam puncak zaman keemasan daerah kekuasaannya
menjangkau beberapa daerah belahan nusantara.
Kerajaan Gowa dikenal di dunia internasional. Baginda
pula yang menyuruh membangun benteng pertahanan diantaranya dikenal Benteng
Somba Opu.
Benteng terbesar dan menjadi ibukota kerajaan Gowa.
Masa pemerintahannya dari tahun 1639-1653.
Baginda dengan permasurinya I Lomo Takontu seorang
bangsawan putrid dari Lakang. Beliau-lah yang melahirkan pahlawan nasional
Sultan Hasanuddin dan seorang putri bernama I Fatimah Daeng Nisakking Karaeng
Botto Je’ne.
ARUNG LAMONGCONG
Arung Lamongcong
beliau adalah salah seorang anggota hadar kerajaan Bone pada zaman itu dan
beliau adalah seorang dari keempat anggota hadar yang mengantar jenazah raja
Gowa I Tadjibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatta ke istana kerajaan
gowa.
RAJA TALLO KE-VI
Raja Tallo ke-VI adalah paman dari kakek Sultan
Hasanuddin, nama lengkapnya I Mallingkoan Daeng Manyonri Karaeng Karang Matoaya. Lahir tahun 1573, mangkat 6 Juni 1636.
Menjadi mangkubumi kerajaan Gowa pada masa
pemerintahan Raja Gowa ke XIV, Raja yang pertama masuk Islam di Sulsel sehingga
mendapat gelar Sultan Abdullah Awalul Islam dan mengajak kemenakannya masuk
Islam.
Raja Gowa XIV Sultan Alaudin beliau bersama baginda
giat dalam menyebarkan agam Islam ke daerah-daerah Sulawesi Selatan dan
akhirnya beberapa kerajaan masuk Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar