Sabtu, 22 Februari 2014

Wisata Budaya


KOMPLEKS MAKAM SULTAN HASANUDDIN


     Makan Sultan Hasanuddin  berada di puncak bukit Tamalate, Kelurahan Katangka, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa. Makam ini termasuk dalam kompleks makam raja-raja Gowa di Tamalate. Pertama kali menginjakkan kaki di depan makam Sultan Hasanuddin kita akan melihat tulisan yang merupakan gelar dari sang Raja Gowa ke–16 ini yakni “Mallombadi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Mohammad Bakir Tumenanga Ribulla Pangkawi”. Selain makam Sultan Hasanuddin ada juga makam Sultan Malikussaid, Sultan Amir hamzah, dan Sultan Alauddin.






       
Makam Sultan Hasanuddin berada di sekitar bagian tengah kompleks makam, dengan sebuah patung ayam jantan bertengger di atas makamnya. 
     Sultan Hasanuddin lahir pada tanggal 12 Juni 1631, dengan nama I Mallobasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Sebelum diangkat menjadi raja karena kecakapannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kemahirannya dalam pemerintahan maka diserahkan tugas memangku jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin diangkat menjadi raja Gowa setelah ayahnya mangkat pada tanggal 5 November 1653. Pada masa pemerintahan ini sering terjadi konflik bersenjata dengan kompeni Belanda.
        Tahun 1666-1667 Benteng Gelesong dan Berombong dapat direbut Belanda dan melahirkan perjanjian Bongaya. Pada tanggal 12 April 1669 perang kembali terjadi antara kompeni Belanda dan Gowa. Peperangan berlangsung sengit, dan malam 12 Juni 1669 Benteng Sombaopu selaku banteng induk Gowa ( berdiri kira-kira 1 abad ) berhasil ditaklukkan. 272 pucuk meriam besar dan kecil termasuk meriam sakti “Anak Makassar” berhasil disita Belanda.
        Sultan Hasanuddin mengundurkan diri pada tanggal 29 Juni 1669 dan diganti oleh putranya I Mappasemba Daeng Manguraga Sultan Amir Hamzah. Sultan Hasanuddin wafat 12 Juni 1670 usia 39 Tahun. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda atau Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur, yang artinya orang petaruh, pandai silat, dan berani. Diangkat sebagai         Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.
         Makam ibu dan istri Sultan Hasanuddin terletak pada Kabupaten Takalar yang jauhnya 30 km dari selatan makam Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin mempunyai 9 istri. Istri pertama dan kedualah yang anaknya dijadikan raja dan dari 9 istrinya hanya 2 yang menjadi dambaan hatinya, sedangkan yang 7 merupakan selir hati Sultan Hasanuddin.

     Bangunan makam sultan hasanuddin ditemukan pada tahun 1948. Bangunan ini sudah 400 tahun lamanya, dari abad ke 16. Luas bangunan ini 13.333 m. bangunan ini sebelum didapat ialah semak berlukar yang dilindungi oleh pohon-pohon besar.


      Komplek pemakaman Sultan Hasanuddin berada tidak jauh dari Sungguminasa, sekitar 8 km  dari Kota Makassar. Untuk mencapai komplek pemakaman ini, perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
      Jalan masuk ke Makam Sultan Hasanuddin. Untuk kenyamanan pengunjung, semoga pemerintah daerah setempat bisa menanam lebih banyak pohon teduh di sepanjang jalan menuju kompleks makam Sultan Hasanuddin, karena area parkir jaraknya cukup jauh dari bangunan utama makam, dan panasnya bukan main di atas bukit ini.


     Di makam Sultan Hasanuddin terdapat informasi tentang sejarah hidup Sultan Hasanuddin,  seperti tanggal dan tahun kelahiran, nama gelar, masa jabatan, serta wafatnya di lokasi yang sama. Pengunjung dapat pula melihat 6 makam Raja Gowa terkenal lainnya, seperti Sultan Alauddin (raja yang giat menyebarkan agama Islam di Kerajaan  Gowa) dan makam Raja Tallo. 
     Pada waktu Sultan Hasanuddin takluk pasukan-pasukan Hasanuddin masih melanjutkan peperangan tetapi tidak seperti dulu dan semakin lemah maka di rebutlah oleh Belanda. Jenazah-jenazah pasukan Sultan Hasanuddin di semayamkan terpencar.
       Patung Sultan Hasanuddin, dengan makam Raja-Raja Gowa di belakangnya. Patung Sultan Hasanuddin ini diletakkan di bangunan utama yang berada di tengah kompleks makam. Di komplek pemakaman tersedia pelayanan jasa guide yang akan menjelaskan kepada para pengunjung tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan makam Sultan  Hasanuddin.


       Nama ayah Sultan Hasanuddin Karaeng Manuntungi Daeng Mattola dan nama kakeknya ialah Karaeng Manngarangi Daeng Manrabani Sultan Alauddin. Paman dari Sultan Hasanuddin adalah Sultan Abdullah yang digelar Macan keboka ri tallo. Presiden yang pertamakali mendatangi makam Sultan Hasanuddin ialah Ibu Megawati Soekarno Putri. Yang membawa jenazah Sultan Hasanuddin adalah keturunan dari Sultan Hasanuddin.
     Meriam yang terletak di dekat pintu gerbang makam Sultan Hasanuddin adalah meriam asli dari tembaga. Meriam itu sejak abad ke-16 bersamaan ditemukan makam Sultan Hasanuddin. Raja yang terakhir adalah Andijo Karaeng Laloa sekaligus Bupati pertama.


     Di sebelah kiri depan komplek pemakaman terdapat sebuah batu Tomanurungâ atau disebut juga Batu Pallantikanâ sebagai tempat di mana Raja-Raja Gowa mengambil sumpah pada saat dilantik. Tidak jauh dari makam, terdapat sebuah masjid kuno yang dibangun pada tahun 1603.
     Batara Gowa dinobatkan pada usia 23 tahun sama dengan Sultan Hasanuddin. Ada tiga sumur di Gowa yaitu Bungung Barania tapi sudah ditutup oleh Belanda; Bungung Lompoa terletak di sebelah barat makam Sultan Hasanuddin, Bungung Lompoa dibangun pada abad ke-13 bersamaan dengan Istana Tamalate; dan Bungung Bissua terletak di belakang kantor lurah Katangka.

RAJA GOWA KE-XVIII
      I Mappasossong Daeng Mangewai Karaeng Bisei Sultan Ali. Lahir pada hari Ahad 20 November 1654, mangkat 1680. Baginda bersaudara kandung Raja Gowa ke XIX (I Mappadulung) dan turun dari tahtanya pada tahun 1677 bersama 400 orang pengiring meninggalkan Gowa menuju Batavia (Jakarta). Setelah berdiam diri dari beberapa lamanya, Baginda mangkat di Batavia (Jakarta) akhirnya di makamkan di bukit Tamalate. Gelar kemangkatannya Tumenanga ri Jakarta. Masa pemerintahan dari tahun 1674-1677.

RAJA GOWA KE-XV (Ayah dari Sultan Hasanuddin)
      Nama lengkapnya I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung Sultan Malikul Said (Muhammad Said) Tumenanga Papang Batena lahir Selasa Desember 1605, mangkat Rabu 15 November 1653.
   Dalam perjalanan pemerintahan Baginda didampingi oleh Mangada Cina Daeng Sitaba Karaeng Pattingallong selaku Mangkubumi masa-masa tersebut kerajaan Gowa dalam puncak zaman keemasan daerah kekuasaannya menjangkau beberapa daerah belahan nusantara.
   Kerajaan Gowa dikenal di dunia internasional. Baginda pula yang menyuruh membangun benteng pertahanan diantaranya dikenal Benteng Somba Opu.
       Benteng terbesar dan menjadi ibukota kerajaan Gowa. Masa pemerintahannya dari tahun 1639-1653.
Baginda dengan permasurinya I Lomo Takontu seorang bangsawan putrid dari Lakang. Beliau-lah yang melahirkan pahlawan nasional Sultan Hasanuddin dan seorang putri bernama I Fatimah Daeng Nisakking Karaeng Botto Je’ne.

ARUNG LAMONGCONG
      Arung Lamongcong beliau adalah salah seorang anggota hadar kerajaan Bone pada zaman itu dan beliau adalah seorang dari keempat anggota hadar yang mengantar jenazah raja Gowa I Tadjibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatta ke istana kerajaan gowa.

RAJA TALLO KE-VI
     Raja Tallo ke-VI adalah paman dari kakek Sultan Hasanuddin, nama lengkapnya I Mallingkoan Daeng Manyonri Karaeng Karang Matoaya. Lahir tahun 1573, mangkat 6 Juni 1636.
     Menjadi mangkubumi kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa ke XIV, Raja yang pertama masuk Islam di Sulsel sehingga mendapat gelar Sultan Abdullah Awalul Islam dan mengajak kemenakannya masuk Islam.
      Raja Gowa XIV Sultan Alaudin beliau bersama baginda giat dalam menyebarkan agam Islam ke daerah-daerah Sulawesi Selatan dan akhirnya beberapa kerajaan masuk Islam.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar